Judul: Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata
Penulis: Putu Wijaya
Kompas, 17 Juli 2011
Sumber: http://cerpenkompas.wordpress.com/2011/07/17/bersiap-kecewa-bersedih-tanpa-kata-kata/
Bukanlah sesuatu yang sukar sebenarnya mengucapkan selamat. Bukankah ungkapan positif akan membuat si pemberi dan penerima salam berbahagia? Entahlah kalau masih ada rasa tak rela atau tak tulus, namun pemberian selamat sebenarnya tidak menganggu kita sama sekali.
Putu Wijaya mengutip puisi Goenawan Muhamad "Di Beranda Itu Angin Tak Berembus Lagi"
”Bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata.” berikut puisi lengkapnya.
"Di Beranda Itu Angin Tak Berembus Lagi"
Oleh Goenawan Mohamad
Di beranda ini angin tak kedengaran lagi
Langit terlepas. Ruang menunggu malam hari
Kau berkata: pergilah sebelum malam tiba
Kudengar angin mendesak ke arah kita
Di piano bernyanyi baris dari Rubayyat
Di luar detik dan kereta telah berangkat
Sebelum bait pertama. Sebelum selesai kata
Sebelum hari tahu ke mana lagi akan tiba
Aku pun tahu: sepi kita semula
bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata
Pohon-pohon pun berbagi dingin di luar jendela
mengekalkan yang esok mungkin tak ada
1966
Putu Wijaya cerdas mengemas percakapan antara si pembeli bunga dan penjual bunga. Saya jadi bertanya-tanya apakah ini realita ataukah khayalan? apapun jawabannya saya masih terkagum.
Penulis: Putu Wijaya
Kompas, 17 Juli 2011
Sumber: http://cerpenkompas.wordpress.com/2011/07/17/bersiap-kecewa-bersedih-tanpa-kata-kata/
Bukanlah sesuatu yang sukar sebenarnya mengucapkan selamat. Bukankah ungkapan positif akan membuat si pemberi dan penerima salam berbahagia? Entahlah kalau masih ada rasa tak rela atau tak tulus, namun pemberian selamat sebenarnya tidak menganggu kita sama sekali.
Putu Wijaya mengutip puisi Goenawan Muhamad "Di Beranda Itu Angin Tak Berembus Lagi"
”Bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata.” berikut puisi lengkapnya.
"Di Beranda Itu Angin Tak Berembus Lagi"
Oleh Goenawan Mohamad
Di beranda ini angin tak kedengaran lagi
Langit terlepas. Ruang menunggu malam hari
Kau berkata: pergilah sebelum malam tiba
Kudengar angin mendesak ke arah kita
Di piano bernyanyi baris dari Rubayyat
Di luar detik dan kereta telah berangkat
Sebelum bait pertama. Sebelum selesai kata
Sebelum hari tahu ke mana lagi akan tiba
Aku pun tahu: sepi kita semula
bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata
Pohon-pohon pun berbagi dingin di luar jendela
mengekalkan yang esok mungkin tak ada
1966
Putu Wijaya cerdas mengemas percakapan antara si pembeli bunga dan penjual bunga. Saya jadi bertanya-tanya apakah ini realita ataukah khayalan? apapun jawabannya saya masih terkagum.