Judul: Tangan Buntung
Penulis: Budi Darma
Gambar: Ipong Purnama Sidhi
Kompas, 29 Juli 2012
Sebuah kritik akan kekuasaan. Anthony Reid merumuskan bahwa salah satu kemunduran pusat-pusat perniagaan di Asia Tenggara terutama di Indonesia adalah sistem kerajaan itu sendiri. Menurut Reid salah satunya adalah kekuasaan Raja yang begitu besar hingga masuk ke ranah perdagangan. Belanda pun dalam melakukan monopoli perdagangan hasil bumi yang dijual di Eropa selalu melakukan penaklukkan atas raja-raja tersebut. Dan raja 'menindas' rakyatnya dengan memerintahkan agar seluruh hasil bumi yang menguntungkan seperti kopi, lada, teh, diserahkan kepada raja untuk kemudian dijual ke VOC.
Salah satu warisan keadaan tersebut ialah ikutnya pemimpin seperti kepala daerah dalam bisnis yang menguntungkan dirinya maupun keluarganya. Karena itu sering dalam pelaksanaannya, proses demokrasi yang memilih pemimpin rakyat adalah jalan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Mumpung di atas, mungkin begitu tagline-nya. Mungkin demikian yang ingin disampaikan oleh Budi Darma melalui cerpen ini. Ia ingin menyampaikan pesan bahwa apa yang sering kali dinamakan sebagai hukum yang menjunjung tinggi keadilan dan keberpihakan pada wong cilik: tak lebih hanyalah sebagai alat untuk memperlanggeng kekuasaan, alat untuk melegitimasi perbuatan tidak etis, dan ikut-ikutan untuk menunjukkan negara yang punya martabat di dunia. Namun, itu tak lebih atas suatu kepentingan. Kepentingan rakyat? O tentu saja, tapi rakyat partai politik, rakyat pengusaha, rakyat para jenderal, rakyat para politikus. Dan Budi Darma memberi suatu pesan sindiran, bahwa untuk hal-hal tersebut orang-orang tersebut tidak punya rasa malu. Pemimpin bertangan buntung seharusnya memiliki kesadaran lebih, bahwa perilakunya adalah perilaku tercela, tidak pantas dijadikan teladan, dan seharusnya mundurlah dari jabatan tersebut...
Penulis: Budi Darma
Gambar: Ipong Purnama Sidhi
Kompas, 29 Juli 2012
Sebuah kritik akan kekuasaan. Anthony Reid merumuskan bahwa salah satu kemunduran pusat-pusat perniagaan di Asia Tenggara terutama di Indonesia adalah sistem kerajaan itu sendiri. Menurut Reid salah satunya adalah kekuasaan Raja yang begitu besar hingga masuk ke ranah perdagangan. Belanda pun dalam melakukan monopoli perdagangan hasil bumi yang dijual di Eropa selalu melakukan penaklukkan atas raja-raja tersebut. Dan raja 'menindas' rakyatnya dengan memerintahkan agar seluruh hasil bumi yang menguntungkan seperti kopi, lada, teh, diserahkan kepada raja untuk kemudian dijual ke VOC.
Salah satu warisan keadaan tersebut ialah ikutnya pemimpin seperti kepala daerah dalam bisnis yang menguntungkan dirinya maupun keluarganya. Karena itu sering dalam pelaksanaannya, proses demokrasi yang memilih pemimpin rakyat adalah jalan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Mumpung di atas, mungkin begitu tagline-nya. Mungkin demikian yang ingin disampaikan oleh Budi Darma melalui cerpen ini. Ia ingin menyampaikan pesan bahwa apa yang sering kali dinamakan sebagai hukum yang menjunjung tinggi keadilan dan keberpihakan pada wong cilik: tak lebih hanyalah sebagai alat untuk memperlanggeng kekuasaan, alat untuk melegitimasi perbuatan tidak etis, dan ikut-ikutan untuk menunjukkan negara yang punya martabat di dunia. Namun, itu tak lebih atas suatu kepentingan. Kepentingan rakyat? O tentu saja, tapi rakyat partai politik, rakyat pengusaha, rakyat para jenderal, rakyat para politikus. Dan Budi Darma memberi suatu pesan sindiran, bahwa untuk hal-hal tersebut orang-orang tersebut tidak punya rasa malu. Pemimpin bertangan buntung seharusnya memiliki kesadaran lebih, bahwa perilakunya adalah perilaku tercela, tidak pantas dijadikan teladan, dan seharusnya mundurlah dari jabatan tersebut...