Posted on March 29, 2011 by bukunya
by Okta Wiguna
Kerongkongan saya baru saja dimanjakan tegukan pertama ice cappuccino seorang kawan menyodorkan buku yang ditulis teman dekatnya. Tujuan pertemuan kami di sore itu memang buku yang berisi kisah perjalanan di mancanegara itu.
Kawan itu menyampaikan harapan penulis buku agar bisa mendapat kesempatan diresensi. “Cuma bisa meneruskan ya, tidak bisa janji akan dimuat,” kata saya. “Tidak apa-apa, dicoba saja,” jawabnya.
Buku itu memang terbilang unik dari segi isi, tapi desain sampulnya memang tak mendukung bahkan penulisnya sendiri tak terlalu menyukainya. Si penulis juga terbilang mau berkeringat. Berkeliling ke toko buku melihat bukunya, mengadakan kuis di akun Twitter sendiri dan juga lewat akun penerbitnya. Mati-matian dia berusaha agar bukunya itu terus hidup.
by Okta Wiguna
Kerongkongan saya baru saja dimanjakan tegukan pertama ice cappuccino seorang kawan menyodorkan buku yang ditulis teman dekatnya. Tujuan pertemuan kami di sore itu memang buku yang berisi kisah perjalanan di mancanegara itu.
Kawan itu menyampaikan harapan penulis buku agar bisa mendapat kesempatan diresensi. “Cuma bisa meneruskan ya, tidak bisa janji akan dimuat,” kata saya. “Tidak apa-apa, dicoba saja,” jawabnya.
Buku itu memang terbilang unik dari segi isi, tapi desain sampulnya memang tak mendukung bahkan penulisnya sendiri tak terlalu menyukainya. Si penulis juga terbilang mau berkeringat. Berkeliling ke toko buku melihat bukunya, mengadakan kuis di akun Twitter sendiri dan juga lewat akun penerbitnya. Mati-matian dia berusaha agar bukunya itu terus hidup.