Indonesia telah diberkahi, tak
hanya oleh kekayaan kemasyarakatan dan kebudayaan, tetapi juga oleh
sejarah panjang perkembangan gagasan yang cemerlang.
Berbagai gagasan ini merupakan hasil persaingan sekaligus percampuran
berbagai pandangan dari orang-orang berwawasan kosmopolitan yang
berupaya menjelajahi bentuk lokal modernitas hybrid.
”Sayangnya sejak pertengahan abad lampau, kekayaan budaya ini banyak
yang telah dihapus dari sejarah resmi ingatan bersama,” ujar Prof Ariel
Heryanto (61), peneliti, pengajar pada Jurusan Budaya, Sejarah dan
Bahasa, College Asia-Pasifik, The Australian University, di Canberra,
Australia.
Itulah pesan utama bukunya, Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia (KPG, 2015), hasil terjemahan kritikus film Eric Sasono dari buku Identity and Pleasure: The Politics of Indonesia Screen Culture (NUS Press, 2014).
Ariel ditemui seusai peluncuran bukunya di Jakarta, awal Juli 2015.