Helvry Sinaga
|
sumber: cetak.kompas.com |
Oleh ST SULARTO
Dalam perubahan super cepat industri buku—konvensional kertas, digital, ataupun elektronik (electronic book)—di manakah letak peranan pemerintah? Karena mindset (baca: kecurigaan) pemerintah, buku berarti bisnis, sekian jenis pajak dikenakan. Jumlah jenis pajak pun terbanyak dibanding sektor industri lain.
Hasil survei Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Jakarta 2011 menunjukkan hanya 15 persen penerbit meyakini ada keberpihakan pemerintah. Masyarakat memang mengapresiasi pembentukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dua tahun lalu, tetapi kehadirannya belum memberikan dampak langsung pada pertumbuhan industri buku. Padahal persentase nilai tambah ekonomi kreatif subsektor penerbitan dan percetakan menempati urutan tertinggi dibandingkan dengan 12 subsektor ekonomi kreatif lain, sebesar 17,5 persen.
Helvry Sinaga
Judul: Perempuan Balian
Pengarang: Sandi Firly
Gambar: Samuel Indratma
Kompas, 24 Juni 2012
Cerita gaib dari daerah Kalimantan tidak pernah habis. Sekalipun kemodernan yang dibawa oleh perusahaan tambang telah mencapainya, namun masih ditemukan bahwa masyarakat asli tetap mempertahankan budayanya. Saya tidak mengerti apakah profesi "orang pintar" di kalimantan juga dominasi dari laki-laki? tetapi dari cerita ini tampaknya demikian. Permasalahan utama cerita ini adalah ketidakseimbangan yang terjadi akibat ketidakpedulian manusia terhadap alam dan lingkungan. Masyarakat sepertinya menolak kehadiran Idang yang dianggap tidak waras dan membawa kesialan bagi orang kampung, sementara kehadiran perusahaan tambang yang akan merambah hutan mereka tetap dibiarkan.
Helvry Sinaga
Jakarta untuk Manusia
Oleh Yonky Karman
Kompas,23 Juni 2012
Alkisah, Ratu Negeri Syeba yang telah mendengar tentang kehebatan hikmat Raja Sulaiman ingin mengujinya langsung dengan berkunjung ke kerajaannya. Memang ternyata bagi Sulaiman tak ada pertanyaan yang terlalu sulit untuk dijawab. Namun, yang lebih membuat ratu itu kagum adalah hikmat Sulaiman yang terlihat dalam cara kerja para pegawainya, baik di lingkungan istana maupun pelayanan publik.
Jika kita mengunjungi kota-kota dunia, tertib lalu lintasnya berbanding lurus dengan tata kelola pemerintahan. Kota, apalagi ibu kota, menjadi miniatur negara hukum. Kita pun menghubungkan tertib berkota dengan hikmat kepemimpinan. Cara kerja birokrasi dan penegak hukum di Jakarta adalah miniatur Indonesia.
Helvry Sinaga
(Bukan) Nasionalisme Musiman
Oleh Imam Cahyono
"History is not determined by fate, or by religion, or geology, or hydrology, or national culture. It is determined by people."
(Alan Beattie)
Pangkalan Brandan seolah pupus dari ingatan dan proses keindonesiaan. Di tengah gonjang-ganjing harga minyak bumi yang terus menghantui, kota kecil di wilayah Kabupaten Langkat di perbatasan Provinsi Sumatera Utara dan Aceh ini seperti dilupakan. Padahal, Brandan adalah saksi sejarah ketabahan pencarian emas hitam: bagaimana konsesi, eksploitasi, denyut nadi kejayaan, hingga terpuruk kembali menjadi kota yang sepi.
Sebagai ladang minyak tertua di Nusantara, perut bumi Brandan menghasilkan jutaan barrel minyak sejak ratusan tahun silam. Peristiwa Brandan Bumi Hangus, 13 Agustus 1947—konon lebih besar daripada peristiwa ”Bandung Lautan Api”—merupakan pekik nasionalis, bagaimana pejuang republik mempertahankan kota minyak ini dengan darah agar tidak jatuh ke tangan penjajah.
Pada pemerintahan Soekarno, Ibnu Sutowo membangun kembali Brandan dari puing-puing reruntuhan. Pemerintah melakukan nasionalisasi, membidani cikal bakal perusahaan minyak nasional yang sempat berjaya menggenggam kedaulatan energi. Pada masa Soeharto, Pertamina terempas oleh berbagai skandal yang tak pernah tuntas.
”Dulu bisa masuk kompleks Pertamina saja bangga. Sekarang, masuk ke sana, takut ada monyet dan macan berkeliaran,” tutur mantan pejabat senior Pertamina sembari tersenyum getir.
Kompleks Pertamina di Brandan kini seperti rongsokan besi tua berkarat, penuh rerimbun ilalang dan rumput liar. Gedung-gedung lusuh telantar, kilang-kilang raksasa membisu.
Helvry Sinaga
Bahasa Puitis
ANDRÉ MÖLLER
Ketika saya akhirnya mengirim naskah terakhir Kamus Swedia-Indonesia ke penerbit di Jakarta sekitar enam tahun yang lalu, saya bertekad tidak melibatkan diri dalam penyusunan kamus lagi. Tugas seperti itu amat melelahkan, sering kali membosankan dan bisa membuat orang putus asa dan menggila. Mengingat itu, alangkah terkejut saya ketika pada 1 Januari lalu saya mengawali penyusunan Kamus Indonesia-Swedia sebagai pelengkap kamus yang sudah beredar itu. Rencananya, kamus ini akan dikerjakan lebih cepat dan akan dibubuhi titik terakhir sebelum trompet tahun baru berbunyi pada tahun depan. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bawah ingatan saya cukup pendek.
Walaupun memayahkan, menjemukan, dan sesekali menjengkelkan, bergaul dengan kamus-kamus setiap hari juga bukan kegiatan yang tidak membawa manfaat atau dapat membuka mata dengan lebih lebar. Kamus-kamus akhirnya jadi teman setia yang selalu sudi memberi penjelasan dan pemahaman yang lebih dalam.
Helvry Sinaga
Children's Books Publishing in Asia
Anonymous. Publishers Weekly258. 11 (Mar 14, 2011): n/a.
Abstract (summary)
In most parts of Asia, wizardry and fantastical plots have lost much of their magic after dominating the bestseller list for so long. Overall, picture books--local and translated--remain a big game this side of the world.
Helvry Sinaga
Judul: Jack dan Bidadari
Pengarang: Linda Christanty
Kompas, 10 Juni 2012
Gambar: Jendra
Seringkali sifat asli baru kelihatan setelah menjalani hubungan secara dekat. Karena itu, pemahaman yang baik dengan seorang teman dekat akan menyelamatkan diri maupun hubungan tersebut. Hal yang kerap kali diabaikan orang ketika mencari pengganti teman dekat adalah usaha untuk mengenal lebih jauh, baik sifat baik maupun sifat buruknya. Linda memaparkan fenomena tersebut dalam cerita pendek ini. Walau saya sendiri masih berkesan 'gantung' dengan akhir cerita ini, namun pesan yang ingin disampaikan adalah: "teman sejati selalu peduli"
Helvry Sinaga
Romo Soegijo
Arswendo Atmowiloto
dimuat di Kompas, 9 Juni 2012
Saya membaca judul film Soegijo dengan tambahan Romo dalam hati. Juga dalam percakapan, dalam ingatan, dan terutama dalam kesadaran. Bukan semata karena merasa kurang hormat tidak menyebut predikat, melainkan karena keromoan dan kesoegijoan sudah menyatu, bulat tak terceraikan.
Sebagaimana kredo nasionalisme yang sakti, tag line yang abadi. ”Seratus persen Indonesia, seratus persen Katolik”. Seratus persen berlaku selama masih ada Indonesia, masih ada Katolik.
Sebagaimana hubungan istri-suami, tak selalu harus disebutkan dengan urutan suami-istri, yang satu jua adanya, tanpa kehilangan identitas diri masing-masing. Keutuhan—yang sekilas paradoksal—adalah dinamika dari realitas empiris yang telah terbuktikan.
Helvry Sinaga
Judul: Sepasang Mata Malaikat
Pengarang: N Mursidi
Lukisan: Mohammad Ady Nugeraha
Katanya mata adalah jendela jiwa. Dari matalah terpancar kegirangan, keantusiasan, keingintahuan, kegelisahan, kebingungan, keteduhan, kesedihan, dan juga keindahan. Bicara mata juga bicara tentang bahasa. Ada bahasa-bahasa yang tidak terkatakan di sana, namun terceritakan. Tokoh Laki-laki dalam cerita ini sepertinya menyadari bahwa ia diawasi terus menerus. Mulut mungkin bisa bohong tetapi mata sangat sulit.
Ah..mata memang ada dimana-mana....
----------------------------------------
Helvry Sinaga
Judul: Tembiluk
Pengarang: Damhuri Muhammad
Kompas, 27 Mei 2012
Sebuah cerita yang apik. Tidak memerlukan otak yang harus berpikir keras untuk mengerti jalannya cerita. Dengan cepat pembaca mengetahui apa inti ceritanya. Membaca cerita ini, saya mencoba bertanya, apakah masih demikian fenomena di Indonesia ini. Pertama, masihkah di tengah kehadiran agama, masih berlanjut praktek yang 'menguji' kesaktian suatu ilmu? Saya rasa masih mungkin, namun seharusnya tidak seseram di cerita awal. Kedua, apakah di kalangan para pejabat negeri ini masih ada yang mempercayakan kelangsungan jabatannya kepada seseorang yang 'dianggap'?
Persoalan mendasarnya sebenarnya terletak pada manusia itu sendiri, apakah telah didup dengnan berkecukupan?